Olahan Jamu Kunyit Instan, Inovasi Dosen Unmuh Jember untuk Kesehatan dan Ekonomi Berkelanjutan
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Jember (Unmuh Jember) melalui program kemitraan masyarakat menciptakan
inovasi berbasis potensi lokal dengan menggelar Pelatihan Olahan Jamu Herbal
Berbasis Kunyit di SMA Muhammadiyah Rambipuji, Kabupaten Jember pada tanggal
(7-10/2/2025). Program ini tidak hanya bertujuan meningkatkan kesadaran
kesehatan masyarakat, tetapi juga membuka peluang ekonomi dari produk herbal
alami.
Menurut ketua tim, Andika Putra Setiawan, S.ST., M.T., dosen Fakultas Pertanian,
pemilihan kunyit sebagai bahan utama bukan tanpa alasan. “Kunyit merupakan
tanaman biofarmaka yang sangat mudah ditemukan di pekarangan atau lahan
masyarakat. Karena ketersediaannya melimpah, harganya pun terjangkau. Inilah
yang menjadi dasar inovasi kami untuk mengolahnya menjadi jamu herbal instan,”
ujarnya.
Urgensi pelatihan ini berkaitan erat dengan
perubahan pola konsumsi masyarakat terhadap jamu. “Banyak produk jamu saat ini
cenderung berbahan sintetis, padahal nenek moyang kita sudah lama mengenal jamu
herbal. Ini adalah warisan yang seharusnya kita hidupkan kembali karena lebih
aman dikonsumsi dalam jangka panjang,” tambahnya.
Pelatihan dilaksanakan di SMA Muhammadiyah Rambipuji
dengan harapan siswa-siswi dapat menjadi agen penyebar inovasi ke keluarga dan
masyarakat sekitar. Produk yang dikenalkan adalah jamu kunyit instan berbentuk
bubuk siap saji tanpa campuran bahan kimia.
Tim pelaksana terdiri dari gabungan dosen dari
Program Studi Teknologi Industri Pertanian dan Agroteknologi. Andika bersama Afan
Bagus Mananda, S.TP., M.Sc., berfokus pada proses pengolahan bahan menjadi
produk siap konsumsi. Sementara itu, Bu Hidayah Murtiyaningsih, S.Si., M.Si.
memberikan pelatihan teknis mengenai cara memperoleh kunyit berkualitas mulai dari
penanaman hingga panen. Dan Nanda Putri Eryani, Muhammad Ainur Rafiq.
Indikator keberhasilan program diukur melalui
pre-test dan post-test yang dilakukan kepada para siswa. “Sebelum pelatihan,
hanya sekitar 17% siswa yang memahami pengolahan jamu herbal kunyit. Setelah
pelatihan, angka itu melonjak hingga 80%. Ini menunjukkan peningkatan pemahaman
yang signifikan dan antusiasme yang tinggi untuk mempraktikkan di rumah,” jelas
Andika.
Keberlanjutan program pun telah dirancang secara
serius. Tim akan mendorong peserta untuk tidak hanya memproduksi jamu, tapi
juga mengembangkan kemasan yang menarik serta memenuhi standar legalitas
seperti izin dari Dinas Kesehatan dan sertifikasi halal dari MUI. “Tujuannya
agar produk ini bisa diterima tidak hanya di pasar lokal, tapi juga berdaya
saing di pasar nasional dan bahkan internasional,” tegasnya.
Dengan menggabungkan pendekatan edukatif,
kesehatan, dan kewirausahaan, program ini menjadi bukti nyata bahwa inovasi
sederhana dari bahan lokal dapat berdampak besar bagi masyarakat dan masa depan
industri herbal Indonesia.