Pakar Sumber Daya Air Unmuh Jember Ungkap Cara Meminimalisir Banjir di Jember
Potret Prof. Dr. Nanang Saiful Rizal, S.T., M.T., IPM, pakar Teknik Sumber Daya Air Unmuh Jember |
Banjir yang melanda beberapa wilayah di Kabupaten Jember pada Kamis (12/12/2024) menjadi sorotan berbagai pihak, termasuk kalangan akademisi. Prof. Dr. Nanang Saiful Rizal, S.T., M.T., IPM, pakar Teknik Sumber Daya Air dari Universitas Muhammadiyah Jember (Unmuh Jember), mengungkapkan sejumlah penyebab banjir tersebut sekaligus memberikan saran mitigasi.
Menurut Prof. Nanang, salah satu penyebab utama banjir adalah sistem drainase kawasan permukiman yang kurang memadai.
“Sistem drainase yang ada saat ini tidak mampu mengalirkan air hujan dengan intensitas tinggi. Selain itu, beberapa outlet tidak langsung menuju anak Sungai Bedadung, aliran air terhambat oleh bangunan, dan banyak yang tertutup sampah. Hal serupa juga terjadi pada anak Sungai Bedadung yang melintasi Kota Jember. Kapasitas anak sungai tersebut tidak lagi mampu menampung debit air akibat banjir,” jelasnya.
Prof. Nanang juga menyoroti dampak perubahan fungsi lahan, terutama di dataran tinggi Kabupaten Jember. Banyak lahan pertanian dialihfungsikan menjadi kawasan perumahan tanpa mempertimbangkan konservasi air.
“Alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan telah meningkatkan koefisien limpasan air, sehingga debit banjir saat hujan meningkat lebih dari dua kali lipat. Idealnya, alih fungsi tersebut diimbangi dengan peningkatan resapan air di hulu, misalnya melalui pembangunan bendungan, embung, long storage, atau infrastruktur sejenis untuk menampung, menyimpan, dan meresapkan air permukaan,” paparnya.
Dirinya menekankan pentingnya peran pengembang properti dalam mengatasi masalah banjir, khususnya dengan menerapkan sistem zero run-off.
“Air hujan yang turun seharusnya diresapkan oleh sumur resapan di setiap rumah. Kelebihannya ditampung di kolam pada setiap blok perumahan, dan jika masih ada sisa, dialirkan ke danau perumahan. Dengan cara ini, air yang turun menjadi tanggung jawab perumahan itu sendiri,” ujarnya.
Prof. Nanang juga menjelaskan keuntungan sistem zero run-off. Selain mampu mereduksi banjir, sistem ini juga meningkatkan ketersediaan air tanah, sehingga dapat mengurangi risiko kekeringan saat musim kemarau.
Dalam wawancara tersebut, dirinya membedakan antara dua jenis banjir yakni banjir kiriman dan banjir lokal.
“Banjir kiriman berasal dari dataran tinggi, sedangkan banjir lokal terjadi akibat ketidakmampuan sistem drainase kawasan dalam mengalirkan air hujan,” terangnya.
Untuk menangani banjir kiriman, Prof. Nanang menyarankan konservasi air di daerah hulu dan penggunaan teknologi Early Warning System (EWS) berbasis Internet of Things (IoT). Sementara itu, untuk banjir lokal, ia merekomendasikan sistem zero run-off dan teknologi MagnaTank, yaitu sistem penyimpanan air bawah tanah berbentuk kotak yang dapat ditempatkan di bawah jalan, rumah, atau garasi.
Terakhir, Prof. Nanang berharap adanya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pengembang properti dalam menerapkan langkah-langkah preventif.
“Pemerintah harus tegas mengatur izin pembangunan perumahan, masyarakat perlu sadar untuk tidak melanggar aturan seperti membangun di sempadan sungai atau membuang sampah sembarangan, dan pengembang harus konsisten menerapkan sistem zero run-off. Kolaborasi ini sangat penting untuk memastikan Jember bebas dari banjir di masa depan,” pungkasnya.