Bullying Meningkat, Pakar Psikologi Unmuh Jember : Pahami Cara Melawannya
Fenomena perundungan atau bullying belakangan ini tampak semakin marak dan menyita perhatian publik. Namun, menurut Panca Kursistin Handayani S.Psi, M.A Psikolog, salah satu dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember, peningkatan ini tidak sepenuhnya disebabkan oleh semakin banyaknya kasus, melainkan oleh semakin mudahnya akses informasi melalui media sosial.
“Media sosial membuat segala bentuk kekerasan mudah terekspos ke publik. Orang-orang jadi lebih sering melihat aksi bullying dan mengira kasusnya meningkat, padahal sejak dulu sudah banyak terjadi. Hanya saja dulu akses informasinya terbatas,” jelasnya.
Selain media sosial, faktor lingkungan juga menjadi pemicu. Beliau menegaskan bahwa masih banyak lingkungan sosial yang menganggap perundungan sebagai bentuk penyelesaian masalah. Lingkungan yang mendukung aksi bullying seolah itu solusi dari sebuah masalah membuat perilaku ini terus berulang.
Beliau juga menyoroti faktor psikologis, seperti ketidakstabilan emosi dan kemampuan regulasi diri yang belum matang pada anak-anak. Menurutnya, nilai-nilai moral pada sebagian anak tidak terinternalisasi dengan baik karena minimnya peran orang tua dalam proses pendidikan karakter.
“Kita belajar nilai pertama kali dari keluarga seperti empati, toleransi, cara merespons sesuatu yang tidak sesuai dengan diri kita. Namun saat ini banyak orang tua menyerahkan sepenuhnya perkembangan anak kepada sekolah atau lembaga formal, padahal penanaman nilai dilakukan lewat contoh dan diskusi langsung antara orang tua dan anak,” jelasnya.
Untuk mengantisipasi tindakan perundungan, beliau merasa penting bagi anak maupun remaja untuk memahami cara melawan tindakan tersebut, baik secara langsung maupun dengan mencari bantuan. Jika menjadi korban, jangan diam. Bila dirasa tidak mampu melawan sendiri, speak up kepada orang terdekat sangat penting untuk menghindari resiko yang lebih besar.
Beliau menegaskan bahwa keluarga harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak untuk bercerita. Sementara itu, lembaga pendidikan juga memegang peranan besar sebagai pengawas perilaku siswa.
“Sekolah kadang menganggap bullying hanya sekadar candaan. Padahal jika candaan sudah mengarah pada kekerasan, itu harus ditangani serius,” tegasnya.
Beliau juga menjelaskan bahwa kunci untuk menekan perilaku perundungan adalah mengubah perspektif masyarakat dalam memandang kekerasan. Jika masyarakat masih dianggap sebagai alternatif penyelesaian masalah, maka perundungan akan terus terjadi.
Dengan meningkatnya kesadaran dan keterlibatan aktif dari keluarga, sekolah, serta lingkungan, beliau berharap kasus perundungan dapat diminimalisir dan anak-anak dapat tumbuh dalam ruang yang aman.


Posting Komentar